Saturday, 16 November 2013

The Summary of The Death of Salesman


>> Tentang Penulis

Arthur Miller, seorang penulis dan juga pemain drama, terlahir di New York pada tanggal 17 Oktober 1915. Banyak diantara beberapa karya tulisnya telah memenangkan beberapa hadiah dan penghargaan. Berawal dari kesuksesannya dalam penerbitan novel pertamanya, All my son, pada tahun 1947.

Dua tahun berikutnya, dia menulis novel keduanya, The Death of Salesman, yang menjadikannya semakin dikenal di mata dunia. Dalam penerbitan novel ini, dia berhasil memenangkan the Pulitzer Prize, yang mana mengantarkannya untuk mentransformasi isi di dalamnya menjadi karya nasional pada tahun tersebut.

Banyak para kritikus yang menggambarkan The Death of Salesman sebagai novel pertama yang berhasil menceritakan tentang tragedy besar di Amerika. Dan disini, Miller memperoleh keunggulan sebagai seseorang yang mengerti tentang esensi yang sangat  mendalam dari Amerika Serikat.

 Kemudian dia melanjutkan untuk menulis novel ketiganya, The Crucible (1953). Tidak hanya itu, kesuksesannya dalam karir-karirnya bermula juga dari perannya sebagai a playwright  yang dimulai ketika dia menjadi mahasiswa di University of Michigan. Di New York, dia telah memenangkan The Drama Critics (Circle Awards) dua kali. Dia juga memenangkan the Olivier Award sebagai pemain terbaik pada London Season.


>> Sinopsis
           
            Death of Salesman adalah sebuah cerita tentang tragedy social dan juga individu yang menunjukkan perubahan pada budaya. Hal ini dapat dilihat dari tokoh utama dalam cerita ini, Willy. Ia merupakan salah satu dari kelompok kelas menegah neurotic yang terjebak di sebuah kota besar dengan mimpi-mimpinya.
Salah satu karya Miller yang paling terkenal ini, menceritakan tentang konflik yang menyakitkan yang terjadi dalam satu keluarga, yakni Willy’s family. Tetapi juga menangani isu yang lebih besar tentang nilai-nilai nasional Amerika.
Drama tersebut menyajikan bentrokan dramatis antara  mimpi dan kenyataan. Willy, seorang yang memiliki pemikiran jauh dari realita. Ia mencoba untuk menyarankannya anaknya, biff, untuk mengikuti alur mimpi-mimpi Willy. Menjadi seorang salesman sukses.
Ketika perlahan ia mulai mendekati realitas buruk di dalam kehidupannya, Willy tidak pernah menyadari bahwa akan ada fakta menyakitkan yang merubah keadaan keluarganya. Willy yang terus berusaha untuk membujuk anak tertuanya, Biff, menjadikan Biff menjunjung tinggi martabat ayahnya. Ia selalu menganggap ayahnya adalah sebagai pendamping yang sangat baik, pekerja keras, perhatian terhadapnya dan seorang suami yang setia terhadap istrinya (ibunya). Dengan bangga Biff selalu berkomentar bahwa ayahnya selalu ada untuk anaknya. Sehingga ia tidak ingin mengecewakan ayahnya. Meskipun faktanya, Biff memiliki mimpi besar dalam hidupnya, yakni menjadi pemain bintang sepak bola.
Namun, fakta buruk terjadi. Willy merasa kehilangan segala kehormatannya di hadapan anaknya. Suatu hari, Biff melihat seorang wanita telanjang dikamar hotel Willy. Biff pun sangat terkejut dan kecewa terhadap apa yang diperbuat oleh ayahnya. Ketidaksengajaan Biff untuk datang ke tempat penginapan tsb untuk mencari ayahnya, yang mana hal ini terkait hukuman Biff yang tidak bisa lulus ujian di sekolahnya karena ketidak disiplinannya terhadap peraturan di sekolah. He calls his father a “phony little fake”.
Willy menyesalkan atas semua yang sudah terjadi. Dia pun masih menyimpan rapat-rapat rahasianya ini. Hanya Biff dan dirinya lah yang tahu. Disisi lain Biff pun tak ingin menceritakan kepada siapapun atas apa yang sudah diketahuinya tentang keburukan ayahnya. Dia hanya menyayangkan semua yang sudah dilakukannya. Ketika dia memikirkan hal ini, dia mengingat ibunya, Linda Loman. Wanita yang sangat menyayanginya, menyayangi Willy, dan juga saudara laki-lakinya, Happy Loman. Ia pun tidak pernah menuntut suatu hal yang berlebih pada Willy. Dia selalu bersikap sabar dengan apa yang Willy lakukan padanya.
Biff merasa seperti mengkhianati ibunya karena tidak menceritakan hal ini. Namun, Biff pun tidak ingin hubungan kedua orang tuanya tidak harmonis karena ini. Karena walau bagaimanapun Willy tetap lah ayahnhya. (Biarlah Loman mengetahuinya sendiri) terbesit dalam benak Biff.
Selama tinggal di Brooklyn, willy bekerja pada Howard Wagner. Willy merasa bahwa pekerjaanya yang ia jalani tidaklah begitu membawa keberuntunagan padanya. Karena apa yang dia punya tidaklah ada bandingannya dengan tetangganya, Charley. “Beribu-ribu mil aku telah menyeberang lautan, namun satu sen pun tidak ia dapat” begitulah yang selalu ada dalam benak Willy. Namun, disisi lain, Linda selalu memberi semangat pada suaminya.
Suatu hari, Linda meminta pada Willy untuk meminta izin pada bosnya, Howard, untuk mempekerjakannya hanya lintas kota saja, di New York. Tetapi, ketika Willy meminta Howard untuk melakukan negosiasi terkait saran dari Linda, Howard menolak permintaannya. Dan Willy pun sangat terpukul dengan masalah keduanya ini.
Selain dia gagal menjadi seorang salesman sukses, dia juga gagal menjadi seorang ayah yang baik buat anak-anaknya. Ketika dia tahu bahwa ada yang berubah pada diri Biff, dia menjadi frustasi. Dan Willy pun menyadari bahwa bukan karena kepribadian menarik dari seseorang, tetapi uang yang menjadikan manusia disukai di masyarakat.
Disisi lain, Happy, anak kedua dari Willy, memperhatikan gerak – gerik ayahnya tsb. Dia merasa ada yang aneh dengan ayahnya karena Willy sering berbicara tidak jelas pada dirinya sendiri. Happy mengkhawatirkan keadaan ayahnya. Meskipun selama ini, Willy tidak pernah memberikan perhatian padanya. Happy juga sering mencoba mengambil hati ayahnya, namun semua itu gagal. Walaupun Happy lebih muda dari Biff, tapi dia lebih sukses dalam berkarir. Namun Willy tidak pernah membanggakannya. Hanya Biff yang menjadi harapan Willy untuk menjadi seorang salesman.
Kedua anak Willy mengerti dan memahami akan semua kondisi yang dialami ayahnya. Dan bagaimana karakter Willy. Tetapi Willy seolah tak ingin menyadari keterpurukannya. Dia tetap berusaha memperlihatkan pada anak-anaknya, dan juga istrinya jika dia masih tetap kaya. Walaupun faktanya Willy sudah tidak memiliki harta yang bisa diwariskan pada mereka.
Dia bahkan mengabaikan semua saran-saran dari istrinya untuk bersikap lebih sabar, menerima semua kenyataan dengan pemikiran yang realistis, tidak perlu berfikiran bahwa semua yang dilakukan adalah sebuah kegagalan. Toh, Linda dan anak-anaknya akan tetap manyayangi dan menerima dia.
Usaha yang terus dilakukan Willy untuk menjadikan keluarganya menjadi seperti apa yang orang Amerika impikan tampaknya merupakan bagian dari potongan-potongan yang rusak di masa kecilnya di dalam keluarganya. Willy putus asa dengan semua ini. Sadar bahwa ayahnya sendiri telah meninggalkan dia dan juga saudara laki-lakinya, Ben, ketika dia masih kecil.
Obsesi Willy untuk bisa disanjung dan disukai banyak orang tampaknya berakar dari reaksinya ketika ayahnya dan saudara laki-lakinya meninggalkan dia juga. Bahkan dia pernah meminta Ben untuk bercerita pada Biff dan Happy tentang riwayat hidup keluarganya, terutama tentang kakek mereka. Meskipun faktanya, Willy dan Ben tidak memiliki riwayat keluarga yang signifikan.
Dalam obesinya untuk menjadi orang yang “disukai”, Willy bahkan sampai mengabaikan cinta yang ditawarkan oleh keluarganya. Linda jauh lebih realistis dibandingkan dengan Willy. Kerana Willy telah membangun konsep tentang dirinya sendiri bukan pada hubungan manusia yang memenuhi kebutuhan manusia tetapi pada mitos realistis dari pahlawan Amerika.
Happy dan Linda terus mengkhawatirkan kondisi  Willy, yang mana sesuatu yang ditakutkan akan benar-benar terjadi. Dilain sisi, Biff merasa memiliki tanggung jawab moral untuk mencoba mengungkapkan kebenaran tentang ayahnya kepada ibu dan saudara laki-lakinya. Semua berkecamuk dalam benak mereka masing-masing.
Klimaks dari cerita ini pun terjadi. Kegagalan Willy untuk mengenali cinta yang ditawarkan kepadanya hanya lah siksa batin. Dalam fikiran Willy, tidak adanya pengetahuan diri yang dia miliki, menjadikan dia untuk mencapai hasil yang nyata dari semua ketidaksuksesannya tsb.  Dalam semua angannya, tidak ada yang bisa terwujud. Dan akhirnya dia berusaha untuk bunuh diri. Dengan cara ini lah dia mengakhiri semuanya. Bunuh diri di dalam rumahnya sendiri, tepatnya di dapur, dengan menggunakan tabung gas yang dilepas dan dia mengunci diri di dalamnya.

>> Pendekatan
           
                Dalam meneliti ataupun mengkaji novel ini, bisa menggunakan pendekatan Genetic structuralism, karena ada hubungan antara Miller dengan isi cerita yang ada di Death of Salesman. Yang mana di dalam ceritanya, Miller ditokohkan / disamakan dengan tokoh Willy.



No comments:

Post a Comment