>> Tentang Penulis
Arthur
Miller, seorang penulis dan juga pemain drama, terlahir di New York pada tanggal 17 Oktober 1915. Banyak
diantara beberapa karya tulisnya telah memenangkan beberapa hadiah dan
penghargaan. Berawal dari kesuksesannya dalam penerbitan novel pertamanya, All
my son, pada tahun 1947.
Dua
tahun berikutnya, dia menulis novel keduanya, The Death of Salesman,
yang menjadikannya semakin dikenal di mata dunia. Dalam penerbitan novel ini,
dia berhasil memenangkan the Pulitzer Prize, yang mana mengantarkannya
untuk mentransformasi isi di dalamnya menjadi karya nasional pada tahun
tersebut.
Banyak
para kritikus yang menggambarkan The Death of Salesman sebagai novel
pertama yang berhasil menceritakan tentang tragedy besar di Amerika. Dan disini,
Miller memperoleh keunggulan
sebagai seseorang yang mengerti tentang esensi yang sangat mendalam dari
Amerika Serikat.
Kemudian dia melanjutkan untuk
menulis novel ketiganya, The Crucible (1953). Tidak hanya itu, kesuksesannya
dalam karir-karirnya bermula juga dari perannya sebagai a playwright yang dimulai
ketika dia menjadi mahasiswa di University of Michigan. Di
New York, dia telah memenangkan The Drama Critics (Circle Awards)
dua kali. Dia juga memenangkan the Olivier Award sebagai pemain terbaik pada
London Season.
>> Sinopsis
Death of Salesman adalah sebuah cerita tentang tragedy social dan
juga individu yang menunjukkan perubahan pada budaya. Hal ini dapat dilihat
dari tokoh utama dalam cerita ini, Willy. Ia merupakan salah satu dari kelompok
kelas menegah neurotic yang terjebak di sebuah kota besar dengan
mimpi-mimpinya.
Salah satu karya Miller yang paling terkenal ini,
menceritakan tentang konflik yang menyakitkan yang terjadi dalam satu keluarga,
yakni Willy’s family. Tetapi juga menangani isu yang lebih besar tentang
nilai-nilai nasional Amerika.
Drama
tersebut menyajikan bentrokan dramatis antara
mimpi dan kenyataan. Willy, seorang yang memiliki pemikiran jauh dari
realita. Ia mencoba untuk menyarankannya anaknya, biff, untuk mengikuti alur
mimpi-mimpi Willy. Menjadi seorang salesman sukses.
Ketika
perlahan ia mulai mendekati realitas buruk di dalam kehidupannya, Willy tidak
pernah menyadari bahwa akan ada fakta menyakitkan yang merubah keadaan
keluarganya. Willy yang terus berusaha untuk membujuk anak tertuanya, Biff,
menjadikan Biff menjunjung tinggi martabat ayahnya. Ia selalu menganggap ayahnya
adalah sebagai pendamping yang sangat baik, pekerja keras, perhatian
terhadapnya dan seorang suami yang setia terhadap istrinya (ibunya). Dengan
bangga Biff selalu berkomentar bahwa ayahnya selalu ada untuk anaknya. Sehingga
ia tidak ingin mengecewakan ayahnya. Meskipun faktanya, Biff memiliki mimpi
besar dalam hidupnya, yakni menjadi pemain bintang sepak bola.
Namun,
fakta buruk terjadi. Willy merasa kehilangan segala kehormatannya di hadapan
anaknya. Suatu hari, Biff melihat seorang wanita telanjang dikamar hotel Willy.
Biff pun sangat terkejut dan kecewa terhadap apa yang diperbuat oleh ayahnya. Ketidaksengajaan
Biff untuk datang ke tempat penginapan tsb untuk mencari ayahnya, yang mana hal
ini terkait hukuman Biff yang tidak bisa lulus ujian di sekolahnya karena
ketidak disiplinannya terhadap peraturan di sekolah. He calls his father a
“phony little fake”.
Willy
menyesalkan atas semua yang sudah terjadi. Dia pun masih menyimpan rapat-rapat
rahasianya ini. Hanya Biff dan dirinya lah yang tahu. Disisi lain Biff pun tak
ingin menceritakan kepada siapapun atas apa yang sudah diketahuinya tentang
keburukan ayahnya. Dia hanya menyayangkan semua yang sudah dilakukannya. Ketika
dia memikirkan hal ini, dia mengingat ibunya, Linda Loman. Wanita yang sangat
menyayanginya, menyayangi Willy, dan juga saudara laki-lakinya, Happy Loman. Ia
pun tidak pernah menuntut suatu hal yang berlebih pada Willy. Dia selalu
bersikap sabar dengan apa yang Willy lakukan padanya.
Biff
merasa seperti mengkhianati ibunya karena tidak menceritakan hal ini. Namun,
Biff pun tidak ingin hubungan kedua orang tuanya tidak harmonis karena ini. Karena
walau bagaimanapun Willy tetap lah ayahnhya. (Biarlah Loman mengetahuinya
sendiri) terbesit dalam benak Biff.
Selama
tinggal di Brooklyn, willy bekerja pada Howard Wagner. Willy merasa bahwa
pekerjaanya yang ia jalani tidaklah begitu membawa keberuntunagan padanya. Karena
apa yang dia punya tidaklah ada bandingannya dengan tetangganya, Charley. “Beribu-ribu
mil aku telah menyeberang lautan, namun satu sen pun tidak ia dapat” begitulah
yang selalu ada dalam benak Willy. Namun, disisi lain, Linda selalu memberi
semangat pada suaminya.
Suatu
hari, Linda meminta pada Willy untuk meminta izin pada bosnya, Howard, untuk
mempekerjakannya hanya lintas kota saja, di New York. Tetapi, ketika Willy
meminta Howard untuk melakukan negosiasi terkait saran dari Linda, Howard
menolak permintaannya. Dan Willy pun sangat terpukul dengan masalah keduanya
ini.
Selain
dia gagal menjadi seorang salesman sukses, dia juga gagal menjadi
seorang ayah yang baik buat anak-anaknya. Ketika dia tahu bahwa ada yang
berubah pada diri Biff, dia menjadi frustasi. Dan Willy pun menyadari bahwa
bukan karena kepribadian menarik dari seseorang, tetapi uang yang menjadikan
manusia disukai di masyarakat.
Disisi
lain, Happy, anak kedua dari Willy, memperhatikan gerak – gerik ayahnya tsb. Dia
merasa ada yang aneh dengan ayahnya karena Willy sering berbicara tidak jelas
pada dirinya sendiri. Happy mengkhawatirkan keadaan ayahnya. Meskipun selama
ini, Willy tidak pernah memberikan perhatian padanya. Happy juga sering mencoba
mengambil hati ayahnya, namun semua itu gagal. Walaupun Happy lebih muda dari
Biff, tapi dia lebih sukses dalam berkarir. Namun Willy tidak pernah membanggakannya.
Hanya Biff yang menjadi harapan Willy untuk menjadi seorang salesman.
Kedua
anak Willy mengerti dan memahami akan semua kondisi yang dialami ayahnya. Dan bagaimana
karakter Willy. Tetapi Willy seolah tak ingin menyadari keterpurukannya. Dia tetap
berusaha memperlihatkan pada anak-anaknya, dan juga istrinya jika dia masih
tetap kaya. Walaupun faktanya Willy sudah tidak memiliki harta yang bisa
diwariskan pada mereka.
Dia
bahkan mengabaikan semua saran-saran dari istrinya untuk bersikap lebih sabar,
menerima semua kenyataan dengan pemikiran yang realistis, tidak perlu berfikiran
bahwa semua yang dilakukan adalah sebuah kegagalan. Toh, Linda dan anak-anaknya
akan tetap manyayangi dan menerima dia.
Usaha
yang terus dilakukan Willy untuk menjadikan keluarganya menjadi seperti apa
yang orang Amerika impikan tampaknya merupakan bagian dari potongan-potongan
yang rusak di masa kecilnya di dalam keluarganya. Willy putus asa dengan semua
ini. Sadar bahwa ayahnya sendiri telah meninggalkan dia dan juga saudara
laki-lakinya, Ben, ketika dia masih kecil.
Obsesi
Willy untuk bisa disanjung dan disukai banyak orang tampaknya berakar dari
reaksinya ketika ayahnya dan saudara laki-lakinya meninggalkan dia juga. Bahkan
dia pernah meminta Ben untuk bercerita pada Biff dan Happy tentang riwayat
hidup keluarganya, terutama tentang kakek mereka. Meskipun faktanya, Willy dan
Ben tidak memiliki riwayat keluarga yang signifikan.
Dalam
obesinya untuk menjadi orang yang “disukai”, Willy bahkan sampai mengabaikan
cinta yang ditawarkan oleh keluarganya. Linda jauh lebih realistis dibandingkan
dengan Willy. Kerana Willy telah
membangun konsep tentang dirinya sendiri bukan pada hubungan manusia yang
memenuhi kebutuhan manusia tetapi pada mitos realistis dari pahlawan Amerika.
Happy dan Linda terus mengkhawatirkan
kondisi Willy, yang mana sesuatu yang ditakutkan
akan benar-benar terjadi. Dilain
sisi, Biff merasa memiliki tanggung jawab moral untuk mencoba mengungkapkan
kebenaran
tentang ayahnya kepada ibu dan saudara laki-lakinya. Semua berkecamuk
dalam benak mereka masing-masing.
Klimaks
dari cerita ini pun terjadi. Kegagalan Willy untuk mengenali cinta yang
ditawarkan kepadanya hanya lah siksa batin. Dalam fikiran Willy, tidak adanya
pengetahuan diri yang dia miliki, menjadikan dia untuk mencapai hasil yang
nyata dari semua ketidaksuksesannya tsb.
Dalam semua angannya, tidak ada yang bisa terwujud. Dan akhirnya dia
berusaha untuk bunuh diri. Dengan cara ini lah dia mengakhiri semuanya. Bunuh diri
di dalam rumahnya sendiri, tepatnya di dapur, dengan menggunakan tabung gas
yang dilepas dan dia mengunci diri di dalamnya.
>> Pendekatan
Dalam meneliti ataupun mengkaji
novel ini, bisa menggunakan pendekatan Genetic structuralism, karena ada
hubungan antara Miller dengan isi cerita yang ada di Death of Salesman. Yang
mana di dalam ceritanya, Miller ditokohkan / disamakan dengan tokoh Willy.
No comments:
Post a Comment